Jama'ah Penuh Berkah

Tidak ada dakwah tanpa kepemimpinan. Kadar tsiqah antara qiyadah dan jundiyah menjadi penentu bagi sejauh mana kekuatan sistem jamaah, kemantapan langkah-langkahnya, keberhasilan dalam mewujudkan tujuan-tujuannya, dan kemampuannya dalam mengatasi berbagai tantangan dan kesulitan.

Bekerja Untuk Indonesia

Dan Katakanlah: Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (9:105)

Inilah Jalan Kami

Katakanlah: Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik. (12:108)

Biduk Kebersamaan

Biduk kebersamaan kita terus berjalan. Dia telah menembus belukar, menaiki tebing, membelah laut. Sayatan luka, rasa sakit, air mata adalah bagian dari tabiat jalan yang sedang kita lalui. Dan kita tak pernah berhenti menyusurinya, mengikuti arus waktu yang juga tak pernah berhenti.

Kesungguhan Membangun Peradaban

Semua kesungguhan akan menjumpai hasilnya. Ini bukan kata mutiara, namun itulah kenyataannya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang diusahakan dengan sepenuh kesungguhan.

Rabu, 30 November 2011

Bahagia Semu tapi Tersesat di Dunia Hiburan, Queenie Padilla Memilih Islam


REPUBLIKA.CO.ID, MANILA - Aktris Filipina, Queenie Padilla, memutuskan berhenti dari industri hiburan di negaranya guna mendalami Islam. Menurut dia, Islam membawa kedamaian batin dalam hidupnya.

"Islam adalah jalan hidup. Anda tahu apa tujuan hidup anda. Selama ini, aku seperti hidup dalam dosa. Namun, Allah SWT memanggilku pada Islam. Kini, aku begitu dekat dengannya," ungkapnya, seperti dikutip abs-cbnnews.com, Selasa (22/11).

Queenie mengungkapkan, dalam dunia hiburan ia seolah berada dalam persimpangan jalan, antara bahagia dan tersesat. Betul ia bahagia, tapi tidak utuh.

"Saya seolah tidak memiliki kebahagiaan itu. Sekarang, Allah SWT dalam hidup saya, Alhamdulillah, Tiada Tuhan Selain Allah. Aku sangat bahagia dan puas dengan kehidupan sebagai seorang Muslim," kata dia haru.

Anak dari aktor laga, Robin Padilla ini mengaku ayahnya merupakan sosok dibalik keputusannya memeluk Islam. "Ayah begitu sabar menungguku mengucapkan dua kalimat syahadat," kenang dia.

Begitu dalam keinginan Queenie mendalami Islam, hingga ia memutuskan untuk naik haji. Baginya, ibadah haji kian menyempurnakan keislamannya. "Aku ingin menjadi berbeda karena Islam," ujarnya.

Queenie menyadari pula menjadi Muslim paripurna bukan tanpa perbuatan. Seperti halnya, Muslim lain di seluruh dunia, Queenie memiliki kewajiban untuk menyebarkan syiar Islam. Ia pun mengutarakan niat itu, saat bertamu di rumah Allah.

"Aku ingin berbagai nikmat Islam kepada masyarakat Filipina," katanya.

Kini, Queenie benar-bernar berbeda. Ia mengenakan jilbab. Ia pun tengah mendalami studi Islam selepas haji. "Aku harus total untuk hidup dengan cara Islam," tegasnya

Hak-Hak Anak Yatim


Oleh Prof Dr KH Achmad Satori Ismail

Ka'ab bin Malik RA berkata, "Masalah pertama yang menyebabkan Abu Lubabah tercela adalah karena dia dan anak yatim berselisih tentang dahan banyak tangkai (yang disenanginya)." Keduanya mengadu kepada Rasulullah SAW dan beliau memenangkan Abu Lubabah. Anak yatim tersebut menangis. Lalu Rasul bersabda, "Wahai Abu Lubabah, berikanlah dahan itu untuknya." Abu Lubabah keberatan. Rasulullah SAW mengulangi permintaan beliau, "Berikanlah dahan itu kepadanya dan kamu akan mendapatkan surga."

Tapi, Abu Lubabah tetap menolak. Tidak lama kemudian datanglah Abu Dahdah menghampiri Abu Lubabah seraya berkata, "Juallah dahan itu dengan dua kotak kebunku." Abu Lubabah menerimanya.

Lalu, Abu Dahdah membawa dahan itu kepada Rasulullah SAW. Ia berkata, "Wahai Rasul, jika aku berikan dahan ini kepada anak yatim itu, apakah aku akan mendapatkan semisal dahan ini di surga." Nabi SAW mengiyakannya. Maka, dahan itu diberikan kepada anak yatim itu, dan Rasul bersabda, "Betapa banyak dahan wangi yang dimiliki Abu Dahdah di surga kelak." ( HR Ahmad, Thabrani, dan Ibnu Hibban).

Hadis ini menggambarkan betapa besarnya perhatian Rasulullah terhadap anak yatim. Kalau kita telusuri ajaran Islam, kita dapatkan aneka cara dalam memperlakukan hak anak yatim.
Pertama, berbuat baik kepada anak yatim merupakan akhlak Islam yang agung bahkan dijadikan sebagai amalan paling utama dan paling suci. (QS al-Baqarah [2]: 177). Sebelum Islam datang, anak yatim tak mendapatkan perhatian apalagi santunan yang layak. Lalu, Islam memuliakannya dan melarang untuk mengeksploitasinya. (QS al-An'am: 152-153, al-Isra: 34).

Memakan harta anak yatim merupakan salah satu dosa besar dan penyebab masuk neraka. Rasul SAW bersabda, "Jauhilah tujuh dosa besar, yakni menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh zina wanita mukmin yang lalai." (HR Bukhari dan Muslim).

Kedua, Alquran melarang penghinaan dan menyakiti anak yatim. (QS al-Fajr: 15-23, adh-Dhuha; 9, al-Ma'un: 1-3). Dan ketiga, Alquran memerintahkan supaya kita memuliakan anak yatim dan balasannya adalah surga. (QS al-Insan: 8-22).

Keempat, Nabi telah menegaskan bahwa anak yatim dan wanita lemah adalah golongan yang harus diperhatikan dan dipelihara. Abu Syureih al-Khuza'i meriwayatkan bahwa ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Ya Allah, aku merasa berat dengan hak dua kelompok lemah ini, yaitu hak anak yatim dan hak perempuan." ( HR an-Nasai).

Kelima, Islam menegaskan bahwa penyantun dan penjamin anak yatim akan menjadi teman dekat Rasulullah di surga. "Aku dan penjamin anak yatim berada dalam surga seperti telunjuk dan jari tengah. Rasul mengisyaratkan dengan dua jari tengah dan menjarangkan jari-jari lainnya. ( HR Bukhari dan Ahmad).

Keenam, rumah terbaik adalah rumah yang di dalamnya ada anak yatim yang dimuliakan, dan sejelek-jelek rumah adalah rumah yang ada anak yatim, namun dihinakan. Dari sini, kita wajib menyantuni anak yatim dan memperhatikan hak-hak mereka bukan saja aspek material tapi juga aspek pendidikan, ekonomi, sosial, dan spiritual.

Rabu, 16 November 2011

Presiden PKS Minta Kadernya di DPR Bersikap Tenggang Rasa


Liputan6.com, Jakarta: Dengan banyaknya kritik yang terus dilontarkan masyarakat terkait banyaknya pejabat maupun anggota DPR yang selalu mengumbar kemewahan dengan bergaya hidup glamor ditengah kemiskinan masyarakat yang terus terjadi di Indonesia, maka Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hassan Ishaq menghimbau kadernya yang ada di DPR untuk bersikap tenggang rasa.

Lebih lanjut Luthfi yang juga merupakan anggota komisi I DPR RI ini juga menjelaskan bahwa sikap tenggang rasa tersebut harus ditunjukan oleh kader-kadernya yang berada di parlemen dengan tidak mengumbar kemewahan lantaran kondisi perekonomian bangsa Indonesia saat ini masih cukup memprihatinkan.

"Sebaiknya kita memiliki tenggang rasa kepada negeri kita dan bangsa kita yang seperti ini," kata Luthfi saat ditemui usai menghadiri acara Musyawarah Besar (Mubes) Kosgoro ke-X di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Selasa (15/11) malam.

Menurut Luthfi, pada dasarnya kekayaan dan kemewahan yang dimiliki oleh sebagian kalangan di Indonesia adalah suatu hal yang lumrah, tetapi dirinya kembali menegaskan alangkah baiknya jika kemewahan tersebut tidak terlalu diumbar ditengah kondisi bangsa saat ini. "Meskipun kemewahan itu adalah hak masing-masing tetapi tenggang rasa itu yang harus dilihat," tandasnya.

PKS Siapkan 10 Ribu Relawan Antisipasi Bencana Alam


Jakarta - Wilayah Indonesia yang dikenal sebagai kawasan cincin api (ring of fire) dan juga posisinya sebagai negara kepulauan dikenal sebagai kawasan rawan bencana. Bencana di negeri ini seakan tidak pernah berhenti. Gempa akibat pergerakkan lempeng bumi, banjir, longsor hingga tsunami kerap memporakporandakan daratan Indonesia.Sikap waspada bencana pun menjadi keniscayaan bagi bangsa ini. Sayangnya, pemerintah acapkali lamban mengantisipasi ataupun melakukan mitigasi bencana alam. Pemerintah kalah sigap dengan berbagai lembaga relawan yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat.

"Menghadapi kemungkinan banjir di berbagai daerah pada musim hujan saat ini, jajaran Relindo (Relawan Indonesia) sudah siap terjun mengatasinya. Di seuruh Indonesia tidak kurang dari 10 ribu relawan yang siap digerakkan sewaktu-waktu untuk mitigasi," ujar Koordinator Pusat Relindo, Cahya Jailani di Jakarta, Rabu (16/11/2011).

Cahya mengatakan, sejak dideklarasikan 9 April 2011 lalu, seluruh anggota Relindo se-Nusantara telah siap siaga melakukan advokasi, mitigasi bencana, dan mempersiapkan bantuan logistik. Relindo telah terbentuk juga di setiap provinsi.

Untuk memperkokoh aktifitasnya, Cahya mengatakan, Relindo telah bekerjasama dengan Palang Merah Indonesia (PMI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Basarnas.

Relawan Indonesia adalah wajah baru dari P2B (Pos Penanggulangan Bencana) PKS yang selama ini berpartisipasi aktif dalam penanganan bencana di tanah air.

Relawan Indonesia (P2B sebelumnya,red) terbukti telah berpartisipasi aktif dalam tugas-tugas kemanusiaan pada bencana banjir besar di Jakarta tahun 2001, Tsunami Aceh 2004, Gempa Jogya, Gunung Merapi, Mentawai, Wasior dan daerah bencana lainnya.

“Semoga kedepan dengan dukungan masyarakat dan kerjasama dengan lembaga relawan lainnya negara kita dapat mempersiapkan dan menangani bencana yang terjadi lebih baik lagi”, tandasnya.

Kamis, 10 November 2011

Sahabat Sang Pahlawan < Anis Matta>




Anda harus waspada dan berhati-hati! Sebab, disini ada jebakan kepahlawanan yang sering menipu banyak orang. Sahabat para pahlawan belum tentu juga pahlawan. Inilah tipuannya. Para pahlawan mungkin tidak tertipu, tetapi orang-orang yang bersahabat dengan para pahlawanlah yang lebih sering tertipu.

Dalam lingkungan pergaulan, para pahlawan adalah parfum. Apabila berada ditengah kerumunan, maka semua orang akan kecipratan keharumannya. Apabila ada “orang lain” yang mulai mendekat dan mencium keharuman itu, mungkin ia sulit mengenali dari mana keharuman itu berasal.

Situasi ini tentu saja menguntungkan orang-orang yang mengerumuni sang pahlawan. Mendapatkan peluang untuk diduga sebagai pahlawan. Itulah awal mula kejadiannya. Orang-orang biasa selalu merasa puas dengan bergaul dan menjadi sahabat para pahlawan. Mereka sudah cukup puas dengan mengatakan, “Oh, pahlawan itu sahabatku,” atau ungkapan “Oh, pahlawan itu seangkatan denganku.” orang-orang itu tidak mau bertanya, mengapa bukan dia yang menjadi pahlawan.

Akan tetapi, ada “orang biasa” yang mempunyai sedikit rasa megaloman, semacam obsesi kepahlawanan yang tidak terlalu kuat, namun ada dan meletup-letup pada waktu tertentu. Orang-orang seperti ini sering merasa telah menjadi pahlawan hanya karena ia bersahabat dengan para pahlawan. Dan karenanya, sering berperilaku seakan-akan dialah sang pahlawan.

Yang kita saksikan dalam kejadian ini adalah suatu proses identifikasi “orang biasa” dengan sahabatnya yang “pahlawan”. Ini merupakan tipuan jiwa: seseorang tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan para pahlawan, tetapi mau menyandang gelar kepahlawanan, dengan memanfaatkan kamuflase persahabatan.

Persahabatan memang sering menipu, bukan karena tabiat persahabatan yang memang menyimpan tipuan, tetapi karena sebuah “kebutuhan jiwa” tertentu, yang memanfaatkan persahabatan untuk memenuhinya. Maka, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, suatu ketika memperingatkan para “murid” yang sedang menuntut ilmu di bawah bimbingan para ulama. Katanya, “Waspadalah, jangan merasa telah menjadi ulama, hanya karena bergaul dan bersahabat dengan para ulama.”

Apakah kita harus meninggalkan sahabat-sahabat kita yang para pahlawan itu? Tentu saja tidak! Yang perlu kita lakukan adalah meluruskan perasaan kita sendiri dan meluruskan pandangan terhadap diri kita sendiri. Suatu saat, Buya Hamka membawa istrinya kedalam sebuah majelis, dimana ia akan berceramah. Tiba-tiba, tanpa diduga, sang protokol juga mempersilahkan juga istri beliau untuk berceramah. Mereka tentu berprasangka baik: istri sang ulama juga mempunyai ilmu yang sama. Dan, istri beliau benar-benar naik ke podium. Buya Hamka terhenyak. Hanya satu menit. Setelah memberi salam, istrinya berkata, “Saya bukan penceramah, saya hanya tukang masak untuk sang penceramah.”

Jangan melakukan identifikasi diri yag salah. Jangan menilai diri sendiri melampaui kadarnya yang objektif. Namun, ada yang jauh lebih penting dari itu. Jangan pernah berpikir untuk menjadi pahlawan, tanpa melakukan pekerjaan-pekerjaan para pahlawan.

Anis Matta

Gairah Cinta dan Kelesuan Ukhuwwah

Oleh : Ust. Rahmat Abdullah (Alm)
Mungkin terjadi seseorang yang dahulunya saling mencintai akhirnya saling memusuhi dan sebaliknya yang sebelumnya saling bermusuhan akhirnya saling berkasih sayang. Sangat dalam pesan yang disampaikan Kanjeng Nabi SAW : "Cintailah saudaramu secara proporsional, mungkin suatu masa ia akan menjadi orang yang kau benci. Bencilah orang yang kau benci secara proporsional, mungkin suatu masa ia akan menjadi kekasih yang kau cintai." (HSR Tirmidzi, Baihaqi, Thabrani, Daruquthni, Ibn Adi, Bukhari). Ini dalam kaitan interpersonal. Dalam hubungan kejamaahan, jangan ada reserve kecuali reserve syar'i yang menggariskan aqidah "La tha'ata limakhluqin fi ma'shiati'l Khaliq". Tidak boleh ada ketaatan kepada makhluq dalam berma'siat kepada Alkhaliq. (HR Bukhari, Muslim, Ahmad dan Hakim).


Doktrin ukhuwah dengan bingkai yang jelas telah menjadikan dirinya pengikat dalam senang dan susah, dalam rela dan marah. Bingkai itu adalah : "Level terendah ukhuwah (lower), jangan sampai merosot ke bawah garis rahabatus' shadr (lapang hati) dan batas tertinggi tidak (upper) tidak melampaui batas itsar (memprioritaskan saudara diatas kepentingan diri).

Bagi kesejatian ukhuwah berlaku pesan mulia yang tak asing di telinga dan hati setiap ikhwah : "Innahu in lam takun bihim falan yakuna bighoirihim, wa in lam yakunu bihi fasayakununa bighoirihi" (Jika ia tidak bersama mereka, ia tak akan bersama selain mereka. Dan mereka bila tidak bersamanya, akan bersama selain dia). Karenanya itu semua akan terpenuhi bila `hati saling bertaut dalam ikatan aqidah', ikatan yang paling kokoh dan mahal. Dan ukhuwah adalah saudara iman sedang perpecahan adalah saudara kekafiran (Risalah Ta'lim, rukun Ukhuwah).

Gairah Cinta dan Kelesuan Ukhuwah

Karena bersaudara di jalan ALLAH telah menjadi kepentingan dakwah-Nya, maka "kerugian apapun" yang diderita saudara-saudara dalam iman dan da'wah, yang ditimbulkan oleh kelesuan, permusuhan ataupun pengkhianatan oleh mereka yang tak tahan beramal jama'i, akan mendapatkan ganti yang lebih baik. "Dan jika kamu berpaling, maka ALLAH akan gantikan dengan kaum yang lain dan mereka tidak akan jadi seperti kamu" (Qs. 47: 38).

Masing-masing kita punya pengalaman pribadi dalam da'wah ini. Ada yang sejak 20 tahun terakhir dalam kesibukan yang tinggi, tidak pernah terganggu oleh kunjungan yang berbenturan dengan jadwal da'wah atau oleh urusan yang merugikan da'wah. Mengapa ? Karena sejak awal yang bersangkutan telah tegar dalam mengutamakan kepentingan da'-wah dan menepiskan kepentingan lainnya. Ini jauh dari fikiran nekad yang membuat seorang melarikan diri dari tanggungjawab keluarga.

Ada seorang ikhwah sekarang sudah masuk jajaran masyaikh. Dia bercerita, ketika menikah langsung berpisah dari kedua orang tua masing-masing, untuk belajar hidup mandiri atau alasan lain, seperti mencari suasana yang kondusif bagi pemeliharaan iman menurut persepsi mereka waktu itu. Mereka mengontrak rumah petak sederhana. "Begitu harus berangkat (berdakwah-red) mendung menggantung di wajah pengantinku tercinta", tuturnya. Dia tidak keluar melepas sang suami tetapi menangis sedih dan bingung, seakan doktrin da'wah telah mengelupas. Kala itu jarang da'i dan murabbi yang pulang malam apalagi petang hari, karena mereka biasa pulang pagi hari. Perangpun mulai berkecamuk dihati, seperti Juraij sang abid yang kebingungan karena kekhususan ibadah (sunnah) nya terusik panggilan ibu. "Ummi au shalati : Ibuku atau shalatku?" Sekarang yang membingungkan justru "Zauji au da'wati" : Isteriku atau da'wahku ?".

Dia mulai gundah, kalau berangkat istri cemberut, padahal sudah tahu nikah dengannya risikonya tidak dapat pulang malam tapi biasanya pulang pagi, menurut bahasa Indonesia kontemporer untuk jam diatas 24.00. Dia katakan pada istrinya : "Kita ini dipertemukan oleh Allah dan kita menemukan cinta dalam da'wah. Apa pantas sesudah da'wah mempertemukan kita lalu kita meninggalkan da'wah. Saya cinta kamu dan kamu cinta saya tapi kita pun cinta Allah". Dia pergi menerobos segala hambatan dan pulang masih menemukan sang permaisuri dengan wajah masih mendung, namun membaik setelah beberapa hari. Beberapa tahun kemudian setelah beranak tiga atau empat, saat kelesuan menerpanya, justru istri dan anak-anaknyalah yang mengingatkan, mengapa tidak berangkat dan tetap tinggal dirumah? Sekarang ini keluarga da'wah tersebut sudah menikmati berkah da'wah.

Lain lagi kisah sepasang suami istri yang juga dari masyarakat da'wah. Kisahnya mirip, penyikapannya yang berbeda. Pengantinnya tidak siap ditinggalkan untuk da'wah. Perang bathin terjadi dan malam itu ia absen dalam pertemuan kader (liqa'). Dilakukan muhasabah terhadapnya sampai menangis-menangis, ia sudah kalah oleh penyakit "syaghalatna amwaluna waahluna : kami telah dilalaikan oleh harta dan keluarga" (Qs. 48:11). Ia berjanji pada dirinya : "Meskipun terjadi hujan, petir dan gempa saya harus hadir dalam tugas-tugas da'wah". Pada giliran berangkat keesokan harinya ada ketukan kecil dipintu, ternyata mertua datang. "Wah ia yang sudah memberikan putrinya kepadaku, bagaimana mungkin kutinggalkan?". Maka ia pun absen lagi dan dimuhasabah lagi sampai dan menangis-nangis lagi. Saat tugas da'wah besok apapun yang terjadi, mau hujan, badai, mertua datang dll pokoknya saya harus datang. Dan begitu pula ketika harus berangkat ternyata ujian dan cobaan datang kembali dan iapun tak hadir lagi dalam tugas-tugas dak-wah. Sampai hari ini pun saya melihat jenis akh tersebut belum memiliki komitmen dan disiplin yang baik. Tidak pernah merasakan memiliki kelezatan duduk cukup lama dalam forum da'wah, baik halaqah atau pun musyawarah yang keseluruhannya penuh berkah. Sebenarnya adakah pertemuan-pertemuan yang lebih lezat selain pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh ikhwah berwajah jernih berhati ikhlas ? Saya tak tahu apakah mereka menemukan sesuatu yang lain, "in lam takun bihim falan takuna bighoirihim".

Di Titik Lemah Ujian Datang

Akhirnya dari beberapa kisah ini saya temukan jawabannya dalam satu simpul. Simpul ini ada dalam kajian tematik ayat QS Al-A'raf Ayat 163 : "Tanyakan pada mereka tentang negeri di tepi pantai, ketika mereka melampaui batas aturan Allah di (tentang) hari Sabtu, ketika ikan-ikan buruan mereka datang melimpah-limpah pada Sabtu dan di hari mereka tidak bersabtu ikan-ikan itu tiada datang. Demikianlah kami uji mereka karena kefasikan mereka". Secara langsung tema ayat tentang sikap dan kewajiban amar ma'ruf nahyi munkar. Tetapi ada nuansa lain yang menambah kekayaan wawasan kita. Ini terkait dengan ujian.

Waktu ujian itu tidak pernah lebih panjang daripada waktu hari belajar, tetapi banyak orang tak sabar menghadapi ujian, seakan sepanjang hanya ujian dan sedikit hari untuk belajar. Ujian kesabaran, keikhlasan, keteguhan dalam berda'wah lebih sedikit waktunya dibanding berbagai kenikmatan hidup yang kita rasakan. Kalau ada sekolah yang waktu ujiannya lebih banyak dari hari belajarnya, maka sekolah tersebut dianggap sekolah gila. Selebih dari ujian-ujian kesulitan, kenikmatan itu sendiri adalah ujian. Bahkan, alhamdulillah rata-rata kader da'wah sekarang secara ekonomi semakin lebih baik. Ini tidak menafikan (sedikit) mereka yang roda ekonominya sedang dibawah.

Seorang masyaikh da'wah ketika selesai menamatkan pendidikannya di Madinah, mengajak rekannya untuk mulai aktif berda'wah. Diajak menolak, dengan alasan ingin kaya dulu, karena orang kaya suaranya didengar orang dan kalau berda'wah, da'wahnya diterima. Beberapa tahun kemudian mereka bertemu. "Ternyata kayanya kaya begitu saja", ujar Syaikh tersebut.

Ternyata kita temukan kuncinya, "Demikianlah kami uji mereka karena sebab kefasikan mereka". Nampaknya Allah hanya menguji kita mulai pada titik yang paling lemah. Mereka malas karena pada hari Sabtu yang seharusnya dipakai ibadah justru ikan datang, pada hari Jum'at jam 11.50 datang pelanggan ke toko. Pada saat-saat jam da'wah datang orang menyibukkan mereka dengan berbagai cara. Tapi kalau mereka bisa melewatinya dengan azam yang kuat, akan seperti kapal pemecah es. Bila diam salju itu tak akan me-nyingkir, tetapi ketika kapal itu maju, sang salju membiarkannya berlalu. Kita harus menerobos segala hal yang pahit seperti anak kecil yang belajar puasa, mau minum tahan dulu sampai maghrib. Kelezatan, kesenangan dan kepuasan yang tiada tara, karena sudah berhasil melewati ujian dan cobaan sepanjang hari.

Iman dan Pengendalian Kesadaran Ma'iyatullah

Aqidah kita mengajarkan, tak satupun terjadi di langit dan di bumi tanpa kehendak ALLAH. ALLAH berkuasa menahan keinginan datangnya tamu-tamu yang akan menghalangi kewajiban da'wah. Apa mereka fikir orang-orang itu bergerak sendiri dan ALLAH lemah untuk mencegah mereka dan mengalihkan mereka ke waktu lain yang tidak menghalangi aktifitas utama dalam da'wah? Tanyakan kepada pakarnya, aqidah macam apa yang dianut seseorang yang tidak meyakini ALLAH menguasai segalanya? Mengapa mereka yang melalaikan tugas da'wahnya tidak berfikir perasaan sang isteri yang keberatan ditinggalkan beberapa saat, juga sebenarnya batu ujian yang dikirim ALLAH, apakah ia akan mengutamakan tugas da'wahnya atau keluarganya yang sudah punya alokasi waktu ? Yang ia beri mereka makanan dari kekayaan ALLAH ?

Karena itu mari melihat dimana titik lemah kita. Yang lemah dalam berukhuwah, yang gerah dan segera ingin pergi meninggalkan kewajiban liqa', syuro atau jaulah. Bila mereka bersabar melawan rasa gerah itu, pertarungan mungkin hanya satu dua kali, sesudah itu tinggal hari-hari kenikmatan yang luar biasa yang tak tergantikan. Bahkan orang-orang salih dimasa dahulu mengatakan "Seandainya para raja dan anak-anak raja mengetahui kelezatan yang kita rasakan dalam dzikir dan majlis ilmu, niscaya mereka akan merampasnya dan memerangi kita dengan pedang". Sayang hal ini tidak bisa dirampas, melainkan diikuti, dihayati dan diperjuangkan. Berda'wah adalah nikmat, berukhuwah adalah nikmat, saling menopang dan memecahkan problematika da'wah bersama ikhwah adalah nikmat, andai saja bisa dikhayalkan oleh mereka menelantarkan modal usia yang ALLAH berikan dalam kemilau dunia yang menipu dan impian yang tak kunjung putus.

Ayat ini mengajarkan kita, ujian datang di titik lemah. Siapa yang lemah di bidang lawan jenis, seks dan segala yang sensual tidak diuji di bidang keuangan, kecuali ia juga lemah disitu. Yang lemah dibidang keuangan, jangan berani-berani memegang amanah keuangan kalau kamu lemah di uang hati-hati dengan uang. Yang lemah dalam gengsi, hobi popularitas, riya' mungkin– dimasa ujian – akan menemukan orang yang terkesan tidak menghormatinya. Yang lidahnya tajam dan berbisa mungkin diuji dengan jebakan-jebakan berkomentar sebelum tabayun.Yang lemah dalam kejujuran mungkin selalu terjebak perkara yang membuat dia hanya `selamat' dengan berdusta lagi. Dan itu arti pembesaran bencana.

Kalau saja Abdullah bin Ubay bin Salul, nominator pemimpin Madinah (d/h Yatsrib) ikhlas menerima Islam sepenuh hati dan realistis bahwa dia tidak sekaliber Rasulullah SAW, niscaya tidak semalang itu nasibnya. Bukankah tokoh-tokoh Madinah makin tinggi dan terhormat, dunia dan akhirat dengan meletakkan diri mereka dibawah kepemimpinan Rasulullah SAW ? Ternyata banyak orang yang bukan hanya bakhil dengan harta yang ALLAH berikan, tetapi juga bakhil dengan ilmu, waktu, gagasan dan kesehatan yang seluruhnya akan menjadi beban tanggungjawab dan penyesalan.

Seni Membuat Alasan

Perlu kehati-hatian – sesudah syukur – karena kita hidup di masyarakat Da'wah dengan tingkat husnuzzhan yang sangat tinggi. Mereka yang cerdas tidak akan membodohi diri mereka sendiri dengan percaya kepada sangkaan baik orang kepada dirinya, sementara sang diri sangat faham bahwa ia tak berhak atas kemuliaan itu. Gemetar tubuh Abu Bakar RA bila disanjung. "Ya ALLAH, jadikan daku lebih baik dari yang mereka sangka, jangan hukum daku lantaran ucapan mereka dan ampuni daku karena ketidaktahuan mereka", demikian ujarnya lirih. Dimana posisi kita dari kebajikan Abu Bakr Shiddiq RA ? "Alangkah bodoh kamu, percaya kepada sangka baik orang kepadamu, padahal engkau tahu betapa diri jauh dari kebaikan itu", demikian kecaman Syaikh Harits Almuhasibi dan Ibnu Athai'Llah.

Diantara nikmat ALLAH ialah sitr (penutup) yang ALLAH berikan para hamba-Nya, sehingga aibnya tak dilihat orang. Namun pelamun selalu mengkhayal tanpa mau merubah diri. Demikian mereka yang memanfaatkan lapang hati komunitas da'wah tumbuh dan menjadi tua sebagai seniman maaf, "Afwan ya Akhi".

Tetapi ALLAH-lah Yang Memberi Mereka Karunia Besar

Kelengkapan Amal Jama'i tempat kita `menyumbangkan' karya kecil kita, memberikan arti bagi eksistensi ini. Kebersamaan ini telah melahirkan kebesaran bersama. Jangan kecilkan makna kesertaan amal jama'i kita, tanpa harus mengklaim telah berjasa kepada Islam dan da'wah. "Mereka membangkit-bangkitkan (jasa) keislaman mereka kepadamu. Katakan : `Janganlah bangkit-bangkitkan keislamanmu (sebagai sumbangan bagi kekuatan Islam, (sebaliknya hayatilah) bahwa ALLAH telah memberi kamu karunia besar dengan membimbing kamu ke arah Iman, jika kamu memang jujur" (Qs. 49;17).

ALLAH telah menggiring kita kepada keimanan dan da'wah. Ini adalah karunia besar. Sebaliknya, mereka yang merasa telah berjasa, lalu – karena ketidakpuasan yang lahir dari konsekwensi bergaul dengan manusia yang tidak maksum dan sempurna – menunggu musibah dan kegagalan, untuk kemudian mengatakan : "Nah, rasain !" Sepantasnya bayangkan, bagaimana rasanya bila saya tidak bersama kafilah kebahagiaan ini?.

Saling mendo'akan sesama ikhwah telah menjadi ciri kemuliaan pribadi mereka, terlebih doa dari jauh. Selain ikhlas dan cinta tak nampak motivasi lain bagi saudara yang berdoa itu. ALLAH akan mengabulkannya dan malaikat akan mengamininya, seraya berkata : "Untukmu pun hak seperti itu", seperti pesan Rasulullah SAW. Cukuplah kemuliaan ukhuwah dan jamaah bahwa para nabi dan syuhada iri kepada mereka yang saling mencintai, bukan didasari hubungan kekerabatan, semata-mata iman dan cinta fi'Llah.
Ya ALLAH, kami memohon cinta-Mu, cinta orang-orang yang mencintai-Mu dan cinta kepada segala yang akan mendekatkan kami kepada cinta-Mu.

Sebanyak 40 Ribu Masjid di Negeri Komunis Cina


REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING-- China, yang dipimpin Partai Komunis, memiliki lebih 40.000 masjid pada tahun 2010. Jumlah ini bertambah 5.000 masjid dari tahun sebelumnya. Demikian kata Wakil Ketua Asosiasi Islam China, Guo Chengzhen.

"Kami perkirakan ada lebih 40.000 masjid di China," kata Guo yang didampingi Mustafa Yang Zhibo, wakil ketua asosiasi itu, saat menerima kunjungan para wartawan Indonesia dan Malaysia, di Beijing, Rabu.

Data statistik terbaru masih dalam proses tapi tahun 2009 saja sebanyak 35.000 masjid telah dibangun, katanya. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, terutama di propinsi yang mayoritas Muslim seperti di Xinjiang dan Ningxia, serta propinsi yang ada penduduk Muslimnya, jumlah masjid di China terus bertambah.

"Pembangunan masjid dibiayai oleh masyarakat tapi pemerintahan komunis China memberikan subsidi atau bantuan dana," kata Guo.

Pemerintah China mulai meningkatkan pembangunan ekonomi di propinsi bagian barat negara itu, tempat mayoritas penduduk Muslim tinggal. Mereka merasa iri dengan propinsi di Timur yang mengalami pembangunan dan pertumbuhan pesat, tambah Mustafa.

Selain itu, pemerintahan komunis China, juga mendorong warga Muslim yang tinggal di bagian barat untuk pindah ke propinsi-propinsi yang pembangunanya pesat di bagian timur. "Berbagai kemudahan untuk bekerja atau membuka usaha dan restoran diberikan," ujar Mustafa.

Sebagai contoh, di propinsi Shenzen, bagian timur China, ada 6.000-7.000 Muslim. Di kota Yiwu, propinsi Zhe Jiang, juga sudah ada masjid yang besar. Jumlah masjid itu dan 45.000 imam di China dapat memenuhi kebutuhan ibadah kaum Muslim di China yang berjumlah sekitar 23 juta orang, dan terus bertambah.

"Kami tidak mau pembangunan masjid bertambah di atas kebutuhan umat Islam di sini," kata Guo. Di China juga terdapat 10 institut pendidikan Islam, di antaranya Institut Islam di Xinjiang, di Zhenzou, di Ningxia dan beberapa kota serta propinsi lainnya.

Pemerintah China, mengklaim, sangat menghormati warganya yang beragama. Sebagai contoh, propinsi yang mayoritas beragama Islam seperti di Xinjiang dan Ningxia diberikan hak otonomi sejak tahun 1958. Bahkan pada Idul Adha pun, propinsi Xinjiang meliburkan kantor pemerintahan selama tiga hari dan propinsi Ningxia empat hari.